Kota simpul bernama Parepare menjadi bagian wilayah kota yang paling kecil di Sulawesi Selatan. Arus serta angin mengantar layar para pengembara lautan menemukan Teluk Parepare. Mereka memilih bersandar dan berlabuh di sepanjang teluk yang menghadap ke barat serta dikelilingi oleh Pulau Kamerrang, Tanamili’e, Menralo dan Marabombang yang kesemuanya masuk dalam peta Kerajaan Suppa.
Pelabuhan menjadi mula kelahiran kota ini, Cappa Ujung adalah induknya. Peristiwa kedatangan pun akhirnya terjadi melalui jalur darat, para perantau dari wilayah sekitar Teluk Parepare datang untuk mengubah nasib di ujung kota ini. Perdagangan dan jasa menjadi riak-riak yang terus memanggil kedatangan-kedatangan yang lebih banyak lagi. Janji hidup menjadi mapan adalah dorongan kuat.
Kisah kejayaan itu mengendap dalam benak dan kenang masyarakat Cappa Ujung. Mereka yang bermukim sejak dulu di tepi laut kini menjadi seperti jam dinding yang kehabisan daya untuk berdetak. Perubahan lanskap kota, kebijakan pemerintah dan hal-hal lainnya memberi dampak kepada mereka yang dulunya menggantungkan hidup dari aktivitas pelabuhan. Sisa-sisa kejayaan itu menjelma menjadi cerita-cerita kecil dari masyarakat Cappa Ujung. Mereka menyimpan memori itu pada keluarga, benda, dan lautan.
The hub city called Parepare is the smallest city in South Sulawesi. Currents and winds carried the sails of the seafarer into finding Parepare Bay. They chose to anchor and moored along the bay that faces west and surrounded by Kamerrang, Tanamili’e, Menralo, and Marabombang Islands, All of which are within the Suppa kingdom territory map.
The port was the cradle of this city, Cappa Ujung is its mother. The migrations eventually occurred over land route, migrants from areas around Parepare Bay came to search for a better life on this outskirts of the city. Trades and services propelled more and more arrivals of people. Dreaming of a better life is such a motivation.
The tale of the glory days has settled in the minds and memories of Cappa Ujung people. Those who dwelled along the shoreline since long ago, now have became like clocks that have run out of power to tick. Changes in the city landscape, local government policies and other things have affected those who previously relied their livelihood from port activities. Remnants of its glory have transformed into small stories among Cappa Ujung people. They keep those memories in families, objects, and ocean.