ALAT TERAPI NIKOLAUS
2021
Demonstrasi Terapi, Sketsa dan Alat Terapi
Bapa Nikolaus Niku ialah mantan penari caci yang dikenal memiliki alat terapi khusus untuk penyembuhan mandiri. Alat terapi tersebut terinspirasi dari bentolan sebesar buah kemiri yang tumbuh di permukaan akar pohon kayu putih di suatu waktu ketika ia sedang studi dan bekerja di Soe, Timor Tengah Selatan.
Ketika kembali ke Flores dan tinggal di Bajawa, ia membuat alat terapinya sendiri menyerupai bentolan kayu itu dari sisa-sisa balok kayu dengan membuat modelnya menggunakan parang.
Alat Terapi Nikolaus ada dua macam: satu diperuntukkan untuk telapak kaki, dan satunya lagi yang berukuran lebih besar untuk terapi pinggang. Alat itu, Bapa Niko akui banyak membantu menyembuhkan pasien-pasiennya setelah mengujicobakan terapinya itu sejak 2003. Belakangan alat terapi miliknya mendapatkan permintaan untuk diperbanyak yang dimanfaatkan oleh keluarga dan orang lain.
Videoge, kolektif kolegial sekaligus kelompok warga belajar, seni dan multimedia yang mengutamakan praktik kreatif, arena produksi dan penyebaran pengetahuan lintas disiplin yang beranggotakan videografer, fotografer, seniman, musisi, peneliti, penulis, mahasiswa, pelajar, pemandu wisata, jurumudi perahu, perawat, bidan, ibu rumah tangga, dan pengusaha.
BITTA BOE
2021
Video dan Peta
Dengan sengaja tim Videoge berkeliling untuk merekam gambar di Kampung Air dalam bentuk video dan menunjukkan gambar peta jalan utama dan sempit dalam permukimannya. Hasil penelusuran singkat yang dikerjakan Amir Hamza, Andri Sugara, Andri Pradana dan Aden Firman.
Kami penasaran apa saja yang terdapat di salah satu permukiman dari lima kampung pesisir di Labuan Bajo ini. Adalah tempat terdekat yang berkontribusi banyak hal dalam membentuk ingatan kami sejak masa kecil hingga dewasa ini. Namun, secara bersamaan, tidak sedikit pula hal yang kami tak ketahui tentang pengetahuan masa lalu dan yang sedang berkembang di sini.
Kami mencoba menangkap keberagaman di dalamnya dari kilasan rekaman bentuk permukiman, aktivitas hingga manusianya. Paling tidak sebagai bahan pemantik untuk menggali pengetahuan yang mungkin pernah dan tengah berkembang di dalamnya dengan membuka sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang mungkin dapat menjadi penelusuran lanjutan.
Kamu juga dapat berpartisipasi menuliskan satu pertanyaan yang kamu rasa paling mantap untuk kamu ketahui tentang Kampung Air, nama kampung yang sejak lama menggunakan kata ‘air’ sebagai sumber kehidupan terpenting bagi makhluk hidup di muka bumi ini.
Amir Hamza, disapa Hamza. Tinggal di Gang Kiwi, Kampung Air. Sehari-hari mengerjakan pemotretan dan rekam video prosesi acara pernikahan yang ia tautkan dalam album @rekammoment. Sejak kuliah Ilmu Komputer pada 2009, sempat membuat usaha rintisan penyablonan bernama CloudSystem bersama angkatan kuliahnya. Namun setelah menyelesaikan kuliah, melanjutkan bentuk usaha itu di kampung halaman dengan banyak memunculkan desain typography yang terinspirasi dari kosakata sehari-hari yang sudah jarang lagi diucapkan dengan jenama Unusually–sebelum berkembang menjadi sebuah komunitas yang memproduksi beberapa film pendek secara mandiri. Kini merintis dan mengelola Bawakolong Space sebagai tempat kerja bersama dengan beberapa kawan yang bergiat dengan seni dan multimedia (Videoge), usaha kuliner, terapi bayi, dan wisata. Dilain waktu ia merekam keseharian di lingkungan sekitarnya dan menggunggah foto pilihannya itu ke dalam lini masa @lorongkecil.
Aden Firman, Kadang-kadang menulis, memproduksi video micro-documenter, kerja grafika dan main musik. Bergiat dan mengasuh kolektif Videoge dan bekerja di Bawakolong Space.
Andri Pradana, bekerja dengan fotografi dan videografi. Film maker dan bergiat di komunitas Unusually.
Andri Sugara, kelahiran 1997. Sempat kuliah di Institute Teknology Adhi Tama Surabaya, jurusan Sistem Komputer. Sehari-hari bekerja dengan jasa fotografi dan videografi. Film maker di Komunitas Unsually.
Videoge, kolektif kolegial sekaligus kelompok warga belajar, seni dan multimedia yang mengutamakan praktik kreatif, arena produksi dan penyebaran pengetahuan lintas disiplin yang beranggotakan videografer, fotografer, seniman, musisi, peneliti, penulis, mahasiswa, pelajar, pemandu wisata, jurumudi perahu, perawat, bidan, ibu rumah tangga, dan pengusaha.
CATATAN RESEP TETANGGA
2021
Intalasi Dapur, Tulisan Tangan dan Buku Resep
Melalui riset kecil dan wawancara, Citra mengumpulkan dan mencatat resep makanan yang biasa disajikan oleh warga yang bermukim di perkampungan pesisir Labuan Bajo lalu menyusunnya ke dalam buku resep sekaligus menambahkan informasi manfaat dari bahan-bahan yang diterkandung dalam kondimen yang digunakan warga dari sejumlah literatur kesehatan.
Namun sengaja pula merekam sajian khusus bagiamana masing-masing tetangganya di Kampung Tengah mengolah ikan kuah asam yang ternyata memiliki memiliki cara dan tujuan pengolahan yang berbeda.
Citra Khutami Kader, lahir di Labuan Bajo, pada tanggal 10 Agustus 1995. Alumni Sekolah Kuliner Budi Mulia II Sleman, Yogyakarta. Bergiat mengelola usaha di bidang kuliner yang dirintis bersama orang tua yang diberi nama Boegisan dan juga sebagai Owner dari brand CitraRasa. Juga bergiat menulis dan mengarsipkan resep-resep makanan orang-orang pesisir Labuan Bajo. Anggota di kolektif Videoge.
KITANU LEMBAJO
2021
Cetakan Arsip
Ini adalah sebuah karya pengarsipan tentang Labuan Bajo dengan memanfaatkan kemampuan teknologi digital saat ini, LeppaDigital mencoba melacak berbagai jejak-jejak digital tentang “Laboean Bajo” yang tersebar di berbagai “server” di belantara dunia maya. Menenunnya menjadi cerita tentang “kitanu Lembajo”.
Karya ini dibuka dengan cerita turun temurun kedatangan orang-orang Bajo di kepulauan Flores di abad-abad 15. Tak banyak catatan yang bisa diteliti tentang ini. Namun, buku kerajaan Bima “Bo’ Sangaji Kai” Yg ditulis pada kurun 1600-an mencatat tentang perjanjian Raja Bima dan orang Bajo. Perjalanan panjang, Labuan Badjo akhirnya tersingkap. Sebuah buku yang terbit pada pertengahan abad 19 memuat sebuah laporan tentang kondisi perdagangan rempah didaerah timur. Pada laporan itu disebutkan sebuah daerah bernama “Laboean Badjo” yang menjadi salah satu dari sekian banyak tempat bersembunyinya bajak laut.
Cerita tentang Labuan Badjo seakan baru dimulai, dalam laporan-laporan resmi pemerintah Belanda, catatan pengelana, peta-peta tua dan tak lupa catatan harian kapal dagang. Nama Labuan Bajo mulai banyak disebut dengan berbagai nama. Laboean Badjoe, Laboeang Badjoh, Baai van Badjoe, Laboeang Badjak dan lain-lain.
Pada awal abad 19, berawal dari sebuah cerita yang masih didengunkan saat ini. Namun kisah tersebut menjadi semacam legenda – pernah terjadi namun tidak ada sulit. Beruntung, arsip-arsip koran tua menyimpannya berpuluh tahun.
Kitanu Lembajo, sebuah upaya awal melihat Labuan Bajo dari sudut lain: arsip dan dokumentasi.
Almaskaty, sehari-hari berkutat dengan UKM, gemar dengan perkara-perkara IT, merintis dan begiat di Leppa Digital Labuan Bajo.
Leppa Digital merupakan wadah bagi siapapun yang konsen pada IT atau Digital. Leppa secara khusus didirikan sebagai wahana pengembangan IT terapan yang mengutamakan kerja kolaborasi dan multidisiplin ilmu dengan memanfaatkan IT Informasi Teknologi di Labuan Bajo.
Deli Luhukay adalah visual artist yg hidup dan tinggal di Makassar. Dia memulai karirnya dengan menjadi animator dan berlanjut menjadi seorang filmmaker. Saat ini dia menghabiskan waktunya bereksperimen dengan real time visual effects melalui software Touchdesigner dan membuat wine dari nanas.
MA’BAGANG
2021
Cerita Foto
Maʼ berasal dari bahasa bugis yang berarti ‘melakukan’, sedang bagang atau bagan merupakan perahu bercadik dua sebagai alat tangkap untuk menjebak dan mengelabui ikan dengan metode penerangan yang dapat dikontrol.
Penyebaran alat tangkap ikan ini disebut-sebut telah ada sejak 1980’an di Laut Flores yang dibawa oleh nelayan yang berasal dari Sulawesi. Bagi orang Bugis yang mendiami pesisir dan kepulauan di Kabupaten Manggarai Barat, praktik maʼ bagang sudah dilakukan turun-temurun, hingga kini tatacara dan peralatan yang digunakan masih tradisional dan nyaris tak ada yang berubah kecuali pada sistem penerangan yang dahulu menggunkan lampu petromaks minyak tanah dan berkembang menjadi lampu listrik jenis neon kompak.
Aktivitas nelayan dalam karya ini terekam di perairan bagian utara Labuan Bajo, antara bentangan laut Pulau Seraya Kecil dan Pulau Boleng. Bagi nelayan pulau ini, kegiatan maʼ bagang tak lepas dari tradisi, pengetahuan melaut, kerja keras, kesabaran dan kerjasama di atas perahu bagan.
Panduan Foto:
Dari kiri atas ke bawah dan seterusnya.
Keterangan Foto:
[1] Maʼ Bagang, [2] juragan atau jurumudi sedang mengamati bulan, menghitung sisa turo (masa turun bagang), [3] juragan mengemudikan bagang, [4] berangkat sebelum matahari terbenam.
[5] Sebelum jangkar diturunkan, juragan terlebih dulu mengukur kedalaman laut menggunakan senar pancing. [6] Setelah matahari terbenam, lampu bagian depan bagang dinyalakan untuk menarik perhatian ikan, [7] sembari menunggu ikan berkumpul, sawi atau kru memanfaatkan waktu untuk beristirahat. [8] Menjelang dini hari, ikan mulai berkumpul dan bermain di bawah cahaya lampu, [9] dan jaring mulai diturunkan.
[10] Setiap sisi jaring ditarik dari sudut bagang dan diikat pada pappuru (tali yang sudah diikat pemberat berupa batu). [11] Bombo adalah proses mengarahkan ikan untuk berkumpul di satu titik dari cahaya lampu bagian tengah bagang sebelum jaring dinaikkan. [12] Kemudian jaring mulai dinaikkan dengan memutar pamelo (menggulung jaring). [13] Setelah proses sikki (membagi perut jaring dengan tali yang dibentang di satu sisi cadik bagang) untuk menggiring atau mempersempit ruang gerak ikan, [14] lalu ikan diangkat menggunakan bunre (serokan), [15] dan sawi menyortir ikan hasil tangkapan. [16] Berlayar dan pulang setelah matahari terbit.
Yus Juliadi, bergelut di bidang fotografi dan seni lukis. Mengerjakan berbagai jenis pemotretan diantaranya foto dokumenter, jurnalistik, perjalanan, alam, event, arsitektur, pernikahan dan kuliner.
MANGA TANDA
2021
Cetakan dan Aikon Digital
Simbol bisa dibilang juga tanda. Namun secara filosofi simbol dan tanda menjadi berbeda. Simbol mewakili sebuah gagasan dan pemikiran yang kompleks. Tanda, menjadi begitu sederhana sebagai alat komunikasi antar penanda dan petanda. Manga tanda diambil dari bahasa Manggarai, sebuah ucapan komunikasi dari penanda untuk petanda dalam menjelaskan sebuah objek. Di lain sisi, penggunaan tanda di dunia digital saat ini adalah sebuah keharusan yang telah disederhanakan seperti icon cursor, sampai pada sistem komputer yang hanya menggunakan angka aritmatika 1 & 0.
Manga tanda adalah proyeksi desain grafis dari Leppa Digital yang dikerjakan Anggi, Fatma dan Almas dalam pembuatan daftar ikon digital yang berciri khas Labuan Bajo melalui riset lalu menerjemahkan setiap objek-objek yang tersebar disekeliling kita. Karya ini dapat digunakan secara terbuka (open source) sebagai bahasa visual dan media komunikasi.
Anggraeni Nuansafitrah akrab disapa Anggi. Lahir tahun 2002. Banyak menghabiskan waktu dengan menggambar dan musik. Kerap membuka jasa menggambar potret wajah atau orang-orang secara digital dan kertas.
Almaskaty, sehari-hari berkutat dengan UKM, gemar dengan perkara-perkara IT, merintis dan begiat di Leppa Digital Labuan Bajo.
Fatma Ishaka atau akrab disapa Fatma saat ini adalah pelajar tingkat akhir yang sedang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan dengan disiplin ilmu DKV (Desain Komunikasi Visual). Kesibukannya sekarang mengembangkan karakter seni gambarnya spesifik pada Digital Art. Disamping mengembangkan hobi dan mengikuti sekolah daring, kesibukan lainnya mengerjakan tawaran projek desain konten Feed & IGS, Travel Catalogue dan Portrait Art.
Leppa Digital merupakan wadah bagi siapapun yang konsen pada IT atau Digital. Leppa secara khusus didirikan sebagai wahana pengembangan IT terapan yang mengutamakan kerja kolaborasi dan multidisiplin ilmu dengan memanfaatkan IT Informasi Teknologi di Labuan Bajo.
PARADAKEA
2021
Instalasi
Paradakea Project menjadi proyek eksperimen yang dikerjakan Gojali dan Saddam Husen dalam penciptaan benda kreatif yang dapat dioptimalisasi kegunaannya untuk merespons persoalan biasa dalam keseharian mereka yang terjadi di pesisir dan pulau.
Dari lima ratusan perahu yang terdata dan beroperasi di perairan Labuan Bajo menggunakan lampu navigasi yang berfungsi sebagai alat bantu pencahayaan berwarna pada kapal laut yang berguna sebagai penanda posisi dan status kendaraan. Ternyata hanya menggunakan lampu tunggal atau lampu torpedo/fishnet light sebagai penandanya seperti sekoci dan sejumlah perahu nelayan di perkampungan pesisir kota ini.
Keadaan itu membawa proyeksi ini untuk merancang karya yang terinspirasi dari kehidupan melaut di malam hari itu untuk jenis perahu mancing atau nyamba dan sekoci berupa bahan pewarna yang dapat menghasilkan cahaya yang ditambahkan pada bahan pengecatan badan perahu sebagai cara alternatifnya dalam memaksimalkan fungsinya.
Paradakea Project
Paradakea Project menjadi proyek eksperimen yang dikerjakan Gojali dan Saddam Husen (Paradakea Project) dalam penciptaan benda kreatif yang dapat dioptimalisasi kegunaannya untuk merespons persoalan biasa dalam keseharian mereka yang terjadi di pesisir dan pulau.
Sadam H lahir di Kampung Cempa, Labuan Bajo. Sempat mengambil jurusan Teknik Informatika di masa kuliah. Gemar mengotak-atik barang elektronik sebagaimana peminatannya di masa sekolah menengah kejuruan. Sehari-hari membuka perentalan alat-alat dokumentasi, fishing, snorkeling, camp dan sedang mengembangkan usaha paket memancing ikan. Merintis juga Bawakolong Space dan bergiat di kolektif Videoge. Secara berkala menggelar piknik selama satu hari di pulau-pulau terdekat Labuan Bajo bernama Pesiar: Satu Hari Satu Pulau.
Saat remaja dan masa awal kuliah sempat menggemari praktik b-boy, capoeira, dan bergaya dengan sepeda. Tetapi belakangan menemukan hobinya berseluncur di jalanan bersama Komunitas Longboard Labuan Bajo.
Gojali, warga Kampung Air. Sehari-hari menjadi juru mudi untuk perahu perjalanan wisata dan paket memancing ikan.
DAPATKAN REMPAPAKE DI TOKO KESAYANGAN ANDA
2021
Video dan Dus Kemasan Iklan
Daun rempa pake merupakan satu jenis daun yang disebut juga sebagai obat perempuan yang telah dikeringkan, dicampur dengan beras lalu ditapis. Hasilnya berupa serbuk halus, yang dikonsumsi dengan air hangat untuk pengobatan. Proses ini disebut barak. Pada mulanya, daun ini dipakai untuk pengobatan luka dalam bagi perempuan setelah melahirkan. Rupanya barak dari rempa pake ini juga bisa menjadi obat untuk laki-laki hingga hewan peliharaan yang mengalami luka infeksi.
Praktik pengobatan menggunakan daun ini dilakukan oleh bapa Nikolaus Niku (76), salah seorang mantan penari caci. Selain pengobatan menggunakan daun rempa pake, ia juga dikenal memiliki pengetahuan dan praktik terapi secara mandiri yang telah melakukan sejumlah kiat penyembuhan dari lumpuh, sakit tulang hingga kelancaran peredaran darah.
Daun rempa pake dikonsumsi oleh sebagian besar warga Manggarai. Kadangkala dapat pula ditemui di pasar Wae Kesambi yang dijual oleh mama-mama di sana. Sementara di bagian timur Manggarai diketahui tidak mengenal teknik barak dalam pengolahannyakecuali bagia warga yang tinggal di bagian wilayah barat Manggarai. Dari keberadaannya itulah, maka karya ini ada dalam bentuk kemasan yang seolah-olah tersedia juga di gerai belanja mana pun.
Videoge, kolektif kolegial sekaligus kelompok warga belajar, seni dan multimedia yang mengutamakan praktik kreatif, arena produksi dan penyebaran pengetahuan lintas disiplin yang beranggotakan videografer, fotografer, seniman, musisi, peneliti, penulis, mahasiswa, pelajar, pemandu wisata, jurumudi perahu, perawat, bidan, ibu rumah tangga, dan pengusaha.
TUMBUH (WORK IN PROGRESS)
2021
Performance Art
Karya ini mula-mula lahir dari refleksi saya yang amat personal. Lewat karya ini, saya mencoba menubuhkan ingatan-ingatan saya tentang anak perempuan saya dan peran seorang Bapak yang saya alami serta jalani dengan jatuh dan bangunnya. Untuk saya, kata tumbuh adalah suatu rahmat sekaligus perjuangan, tempat linimasa (yang lalu, saat ini, esok) bertemu, tempat yang baik dan buruk ada bersama, tempat ingatan dan harapan mengalir.
Selama menjalani residensi di Kampung Air, saya mengalami dan berusaha melihat konteks yang lain, yang terjadi di sini. Saya melihat muda mudi yang sedang berkembang, komunitas/kolektif seniman yang sedang bergiat dengan segala situasi yang ada di sekitarnya. Apa yang saya alami di Labuan Bajo membuat saya terdorong untuk melihat kata ‘tumbuh’ dalam konteks yang lebih luas.
Seperti yang mungkin saya alami di komunitas tempat saya bergiat, persahabatan yang tumbuh dan berkembang di lingkungan yang sama, cita-cita bersama yang dibangun, harapan demi masa depan depan kota yang gemilang adalah usaha-usaha yang terus menerus diolah dan digerakkan. Sepanjang usaha-usaha ini rerus digulirkan, negosiasi antara harapan dan kenyataan, ide dan realitas, keinginan dan tuntutan hidup, kesenangan dan kebutuhan akan terus hadir dan menandai pertumbuhan. Dialektika itulah yang ingin saya hadirkan dan refleksikan dalam performance ini.
Megs Seto, seniman kolektif di komunitas KAHE sedang mendalami ilmu lintas disiplin dan keaktoran.
Komunitas Kahe adalah sebuah ruang produksi, sharing, distribusi, dan dokumentasi pengetahuan melalui medium kesenian. Komunitas KAHE digagas sebagai ruang yang terbuka dan inklusif bagi pertukaran dan perwujudan gagasan dan ekspresi pendapat menyangkut fenomena sosial, politik, budaya, ekonomi yang kontekstual dan berlangsung di masyarakat. Komunitas KAHE melihat kesenian sebagai teropong sekaligus cermin untuk melihat dan merefleksikan persoalan dalam masyarakat. Karakter seni yang bebas dan cair juga meretas sekat-sekat pengelompokkan (kategori) yang kerap membatasi aktualisasi individu. Karena bagi Komunitas KAHE, infrastruktur pertama dan terutama dalam masyarakat adalah manusia yang bebas dan kreatif.
WINI NEAN
2021
Performance Art
Wini nean adalah sebutan yang sangat akrab untuk ata Maumere yang artinya ‘benih’ yang mengarah pada tumbuhan atau tanaman seperti kacang-kacangan, jagung, padi, jewawut dan sebagainya. Saat panen tiba keluarga petani biasanya memilih benih terbaik untuk disimpan. Jumlahnya banyak. Untuk benih kacang dan padi/gabah akan disimpan dalam anyaman lontar yang disebut jegang sedangkan untuk jagung diikat dibundelan besar atau dalam bahasa ata Maumere disebut siung. Semua wini nean akan disimpan di atas garan atau para-para, sedangkan jagung yang sudah disiung akan digantung dibagian paling atas para-para berdekatan dengan atap.
Ketika musim tanam tiba, bapa atau ibu akan menyiapkan tersebut dengan upacara piong wodor memberi sesajian di batu piong untuk meminta berkat dari leluhur dan alam semesta-Ina niang tanah wawa, ama lero wulan reta, agar benih yang akan ditanam bertumbuh subur.
Keesokan harinya semua berarak ke kebun dan menanam wini nean dari teras paling bawah, mengapa? Menurut kepercayaan biar benih tumbuh tinggi dan menghasilkan buah yang banyak. Jika saat panen tiba maka akan diadakan lagi upacara piong wodor sebagai tanda syukur bahwa wini nean kini menghasilkan banyak buah untuk hidup diwaktu sekarang sampai tahun depan.
Di zaman yang semakin modern ini, kita dipanggil untuk kembali ke wini nean kita, melihat keaslian benih yang menghidupkan nenek moyang kita dan memeliharannya kembali sebagai simbol hidup dan mengajak kita untuk kembali ke siapa diri kita, keaslian kita, budaya kita. Dan pada akhirnya mengingatkan kita untuk kembali pada akar karena dari akar yang kuat dan sehat kita tumbuh dan berbuah banyak.
Elizabeth Yani, penggiat dan seniman pangan lokal. Merintis sekolah Anak Alam Flores dan Dapur Tara Flores.
Dapur Tara, sebuah restoran yang bahan-bahannya diolah secara tradisional sejak dari kebun hingga ke meja makan sekaligus sebagai komunitas mandiri yang mengutamakan nilai kecendekiaan yang diwariskan leluhur.