MB2023 | Bulukumba
17527
page-template-default,page,page-id-17527,page-child,parent-pageid-16677,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-theme-ver-10.0,wpb-js-composer js-comp-ver-4.12,vc_responsive
 
Kabupaten Bulukumba dikenal dengan slogan Bulukumba Berlayar. Daerah ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Kepulauan Selayar dan Kabupaten Sinjai. Memiliki luas wilayah 1.154,58 km², terdiri dari 10 kecamatan, 27 kelurahan dan 109 desa.
Mitologi penamaan Bulukumba, konon bersumber dari dua kata dari bahasa bugis yakni “Bulu’ku” dan “Mupa” yang berarti masih gunung milikku. Mitos itu pertama kali muncul pada abad ke–17 masehi ketika terjadi perang saudara antara dua kerajaan besar di Sulawesi yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone. Di pesisir pantai yang bernama “Tana Kongkong”, di situlah utusan Raja Gowa dan Raja Bone bertemu, mereka berunding secara damai dan menetapkan batas wilayah pengaruh kerajaan masing-masing.
Bangkeng Buki’ (secara harfiah berarti kaki bukit) yang merupakan barisan lereng bukit dari Gunung Lompobattang diklaim oleh pihak Kerajaan Gowa sebagai batas wilayah kekuasaannya mulai dari Kindang sampai ke wilayah bagian timur. Namun pihak Kerajaan Bone berkeras memertahankan Bangkeng Buki’ sebagai wilayah kekuasaannya mulai dari barat sampai ke selatan.
Berawal dari peristiwa tersebut kemudian tercetuslah kalimat dalam bahasa Bugis “Bulu’kumupa” yang kemudian pada tingkatan dialek tertentu mengalami perubahan proses bunyi menjadi “Bulukumba”. Sejak saat itulah nama Bulukumba mulai ada dan hingga saat ini resmi menjadi sebuah kabupaten.
Peresmian Bulukumba menjadi sebuah nama kabupaten dimulai dari terbitnya Undang–Undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang Pembentukan Daerah–daerah Tingkat II di Sulawesi yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 5 Tahun 1978, tentang Lambang Daerah.
Jarak tempuh Kota Bulukumba dari Makassar sekitar 153 Km. Daerah ini berada pada kondisi empat dimensi, yakni dataran tinggi pada kaki Gunung Bawakaraeng- Lompobattang, dataran rendah, pantai dan laut lepas. Kabupaten yang kini dipimpin Andi Sukri A. Sappewali dan Tomy Satria Yulianto (2015-2020) terletak di ujung bagian selatan ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan.
Bulukumba dijuluki Butta Panrita Lopi yang berarti tempat para ahli pembuat perahu. Dari potensi tersebut, di tahun 2011 Bulukumba ditetapkan sebagai sentra pembuatan kapal rakyat di kawasan timur Indonesia oleh Direktorat Kementrian Kelautan dan Perikanan. Dari data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bulukumba adalah titik temu jalur rempah dunia. Sebagai salah satu simpul perdagangan rempah nusantara yang membentuk Jalur Rempah Indonesia. Di dalamnya menyangkut pula kemenyan di Sulawesi (Sindora galedupa; Fabaceae), Rumphius Herbarium Amboinense dan kemenyan dalam legenda La Galigo.
Dengan garis pantai yang panjang yakni 128 km, potensi kelautan Bulukumba cukup tinggi. Wilayah pesisir tersebar di Kecamatan Gantarang, Ujung Bulu, Ujung Loe, Bontobahari, Bontotiro, Herlang, dan Kajang. Disektor pariwisata, potensi Bulukumba juga cukup baik. Spot wisata bahari yang eksotis tersebar di Kecamatan Bontobahari di antaranya pantai pasir putih Tanjung Bira dan Tebing Apparalang, sementara di Kecamatan Bontotiro ada Pantai Samboang dengan ombaknya yang tenang. Wisata alam yang menarik yakni ketinggian Desa Kahayya dan juga air terjun Na’na di Kelurahan Borong Rappoa yang masing-masing berada di Kecamatan Kindang. Terdapat wisata budaya Tanah Toa, Kajang yang terkenal dengan pakaian serba hitamnya. Dari hasil pengembangan BUMDes, Bulukumba juga memiliki destinasi wisata alternatif seperti Hutan Magrove Luppung di Desa Manyampa. 
Potensi lain di Bulukumba juga memiliki korelasi yang erat dengan pelaksanaan Makassar Biennale 2021 yang mengambil tema Maritim; Sekapur Sirih. Praktek pengobatan secara tradisonal oleh masyarakat Bulukumba masih berlangsung hingga kini. Penggunaan tanaman herbal, benda, mantra, dan metode lainnya masih bisa dijumpai dipedalaman-pedalaman pedesaan.
Keterlibatan Bulukumba menjadi bagian dari Makassar Biennale yang berkontribusi dalam pengembangan seni rupa dan praktik-praktik jaringan seni kebudayaan di Indonesia sudah kali ketiga. Pelaksanaan kegiatan di 2021 akan berkolaborasi dengan seniman lokal untuk mempersembahkan pameran karya.