Lima tim kota urunan dalam Makassar Biennale 2023 membangun narasi masing-masing. Pusat adalah kosa kata terkait spasial yang menjadi ciri kolonialisme, sebab orientasi terma ini terhubung pada sistem kekuasaan (Smith, 2005). Seluruh program yang bergerak sebelum, selama, dan sesudahnya merupakan media perjuangan melawan hal-hal tersebut, terutama struktur dan logika imprealisme dan ilmu pengetahuan Barat (Ibid).
Nabire memberi perhatian pada sejarah perkembangan wilayahnya setelah penempatan transmigrasi selama dasawarsa 1970 – 1990. Labuan Bajo sebagai kota baru yang berkembang dalam satu dasawarsa oleh pariwisata. Pangkajene & Kepulauan (Pangkep) yang dianugerahi bentangan gunung batu gamping dan selalu disebut sebagai galon raksasa tapi warganya selalu miskin air. Warganya mencari dan atau mengelola air yang mereka peroleh di pulau-pulau, di hamparan rendah, atau di wilayah-wilayah pegunungan. Makassar ingin lebih jauh melihat garis pesisir yang dari waktu ke waktu berubah dan menjauh ke barat. Sementara Parepare membuka ulang ruang-ruang yang sudah lama ditinggalkan.
Narasi-narasi spesifik di wilayah khas itulah yang menjelma sebagai subtema masing-masing kota untuk bersanding dengan tema abadi Maritim.
Makassar Biennale 2023 mengelolanya menjadi peristiwa seni dan respons dalam bermacam bentuk dalam kesaksian, periwayatan, penciptaan, penulisan, koneksi, penyusunan jejaring kerja, sampai membagi dan membukanya.
Five regional teams contributed in Makassar Biennale 2023 organize their own narrative. Center is a word associated with spatial and it delineate colonialism, since the orientation of this term connected to structure of power. (Smith, 2005). All programs run before, during and after this biennial event are instruments of resistance to any of those, particularly logics and structures of imperialism and western knowledge systems (Ibid).
Nabire lays its attention to the developmental history of its area since the transmigration program during 1970-1990. Labuan Bajo presents itself as a new city emerged from a decade of tourism. Pangkajene & Kepulauan (Pangkep) bestowed by a range of limestone mountains and frequently touted as the great reservoir but the inhabitants are struggling to get water supply. They search and manage the water supply they found in isles, in the low ground, or in the mountainous area. Makassar tries to see further to the west at its ever changing coastline. At the same time, Parepare revisits their long forgotten spaces.
These distinct stories from different places correspond to the perpetual theme Maritime and transform into the subtheme for each city.
Makassar Biennale 2023 organizes them into art events and responses in various form of accounts, storytellings, creations, writings, connections, network management, up to the opening and sharing moment.