MB2023 | Tim Artistik
17644
page-template-default,page,page-id-17644,page-child,parent-pageid-16677,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-theme-ver-10.0,wpb-js-composer js-comp-ver-4.12,vc_responsive
 
Anwar Jimpe Rachman
Direktur
Anwar Jimpe Rachman bekerja di Makassar Biennale sejak 2017. Sebelumnya ia menjadi kurator Jakarta Biennale (2015), Bom Benang (2012-2017), dan beberapa pameran seni rupa di Makassar.
Selain menulis buku, sejumlah tulisannya terbit di Kompas, Tempo, Esquire Indonesia, Warisan Indonesia, Fajar, Tribun Timur, dan media cetak/elektronik lainnya. Pada tahun 2021, ia rampungkan dua buku: alih bahasa karya Kathleen M Adams, Seni sebagai Politik: Memahat Ulang Identitas dan Kuasa lewat Pariwisata di Tana Toraja dan Rock In Celebes & 100 Tahun Musik Populer Makassar.
Ia bersama kawan-kawannya mengasuh Tanahindie, ruang pengkajian perkotaan di Makassar yang berdiri tahun 1999. Mengasuh Penerbit Ininnawa sejak 2005, selain sehari-hari sebagai pustakawan dan pengarsip di Kampung Buku, Makassar. Kerja bergelut arsip itu melahirkan proyek film dokumenter sejarah, Bunyi Kota: 100 Tahun Musik Populer Makassar (Tanahindie – Kemdikbud RI – RIC, 2019).
Fitriani A. Dalay
Kurator
Fitriani A. Dalay (Piyo), adalah community organizer dan crafter yang berbasis di Makassar. Ia menyelesaikan pendidikan di Jurusan Sastra Inggris Universitas Hasanuddin. Penggiat Komunitas Quiqui, merupakan komunitas independen yang bekerja secara sukarela memberikan pelatihan merajut  gratis sebagai sarana terapi dan ruang alternatif khususnya bagi perempuan pasca melahirkan dan aborsi sejak tahun 2011. Menjadi salah satu penulis dalam proyek penulisan dan penelitian buku Halaman Rumah (2017)
Mengorganisir dan mengkuratori program Bom Benang tahun 2011 – 2017. Bom Benang merupakan proyek berbasis warga yang dikerjakan secara gotong royong. Diorganisir oleh anak muda dari berbagai disiplin yang tertarik terhadap penelitian pengorganisiran dan craft. Kelompok anak muda ini kemudian bekerja bersama memfasilitasi warga  belajar menganyam hingga mampu berpameran sendiri di halaman rumah. Bom Benang membalik praktik kerjanya: warga menjadi seniman dan seniman sebagai fasilitator.
Karya-karya Piyo dapat dilihat di IG @bombenang dan @komunitasquiqui . Bersama Komunitas Quiqui menjadi seniman di Jakarta Biennale 2015 dan Makassar Biennale 2017. Membantu berbagai proyek penulisan dan penelitian di www.tanahindie.org. Ia juga pustakawan di Kampung Buku dan merupakan anggota Dewan Komunitas Ininnawa.
Pingkan Polla
Kurator
Pingkan Polla (lahir 1993, Magelang) menamatkan studinya di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia. Dia adalah seorang seniman dan anggota 69 Performance Club. Karya performans Pingkan berfokus pada studi tubuh, media sosial, kerja, dan studi performans di ranah privat hingga publik.
Pada tahun 2019, ia mengikuti program residensi pada festival Bangsal Menggawe di Pemenang, Lombok Utara, dan melakukan penelitian tentang persimpangan antara seni pertunjukan dan seni performans yang dimulai dari ruang privat ke ruang publik. Pada residensinya di Bulukumba untuk Makassar Biennale 2019, Pingkan bekerja sama dengan Teater Kampong, salah satu kelompok teater tertua di Bulukumba yang masih aktif hingga sekarang, memproduksi sebuah karya yang membaurkan seni rupa dan pertunjukan pada konteks performativitasnya.
Pingkan juga terpilih sebagai partisipan Digital Young Curators Academy 2021 yang diselenggarakan oleh Maxim Gorki Theatre, Berlin, dan mempresentasikan pandangannya mengenai praktek berkolektif sebagai kanal distribusi pengetahuan seni.
Wilda Yanti Salam
Asisten Kurator
Wilda Yanti Salam (lahir 1999), merupakan penulis dan peneliti muda yang berbasis di Makassar. Ia bergabung dalam tim manajemen Makassar Biennale sejak 2019 hingga sekarang. Selain belajar dan bekerja di Tanahindie, ia adalah pustakawan di Kampung Buku dan turut urun daya di Artefact.id.
Pada 2018, ia mengikuti program Lokakarya Penelitian dan Penulisan “Youth and City” selama enam bulan. Ia meneliti dan menulis tentang Lontang, bar tradisional tempat minum ballo (tuak) di Makassar. Pada 2021 ini, Wilda terpilih sebagai partisipan program “Arts Equator – Goethe Institut Critical Writing Micro-Residency”, inisiatif yang berfokus pada pengembangan dan mempromosikan penulisan kritis tentang seni dan budaya di Asia Tenggara.
Beberapa karyanya yang terbit dalam buku bersama, Ramuan di Segitiga Wallacea (2020), Kota diperam dalam Lontang (2018), dan Gerakan Literasi Sekolah SLB di Tiga Kota Sulawesi (2019), serta bisa dibaca di beberapa buletin dan website komunitas dan media.
Aziziah Diah Aprilya
Asisten Kurator
Aziziah Diah Aprilya, akrab disapa Zizi adalah fotografer lepas dan peneliti di Tanahindie, institusi riset perkotaan di Kota Makassar. Dia juga bergabung dalam tim manajemen Yayasan Makassar Biennale, Artefact.id dan Penerbit Ininnawa.
Tahun 2018, dia mengikuti residensi “Arisan: Forum Kolektif Seni Asia Tenggara” di Yogyakarta selama dua bulan. Tahun 2019, ia mengerjakan proyek fotografi berjudul “Spasi” untuk membahas transportasi lokal dan hubungannya dengan ritme orang-orang di Kota Makassar. Di 2020, ia menjadi partisipan dalam program Goethe Institute: Art Spaces and Collaborative Projects, inisiatif yang memungkinkan pendiri, pemimpin, dan pengelola ruang seni dari Jerman, Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru untuk berjejaring bersama.
Dia juga menulis dalam “Kota Diperam Dalam Lontang” (Tanahindie Press, 2019) dan “Ramuan di Segitiga Wallacea” (Yayasan Makassar Biennale, 2020).